MSP Online Kuliah ONline

Ruang Sederhana bagi Gathering & Sharing Informasi dan Materi Referensi Ilmiah Populer

Kamis, 02 Februari 2012

MASA DEPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN INDONESIA

Studi Kasus Pengembangan dan Pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa
Di tulis oleh:
Oman Nurrohman (E34070113)*
*Mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
Pengembangan kawasan konservasi perairan secara khusus ditunjukan untuk mendukung pengelolaan sumber daya ikan pada tataran konservasi ekosistem/kawasan, konservasi jenis dan konservasi genetik ikan. sejalan dengan upaya konservasi perairan yang bertumpu pada pilar tersebut, sebagai turunan UU 31/2004 telah ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (PP 60/2007). Lebih lanjut, pengaturan mengenai kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Per. 17/Men/2008 sebagai turunan dari UU 27 tahun 2007.
 
Kepulauan Karimunjawa yang terletak dalam wilayah administratif kabupaten Jepara propinsi Jawa Tengah merupakan 27 gugusan pulau-pulau kecil dengan luas 7.120 Ha. Wilayah perairan ini ditetapkan sebagai kawasan konservasi perairan dengan status Taman Nasional Laut pada tahun 1998 oleh Departemen Kehutanan. Pengaturan kawasan konservasi mengacu pada tiga undang-undang, yaitu UU No. 5 tahun 1990 tentang konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan dan UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Penetapan kawasan kepulauan karimunjawa sebagai Taman Nasional Laut (TNL) merupakan suatu aset yang berharga bagi kelestarian sumberdaya alam serta pengembangan ekonomi masyarakat sekitar. Pembentukan kawasan konservasi laut atau disebut juga sebagai Marine Protected Area (MPA) harus dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sehingga partisipasi masyarakat serta pemerintah daerah (Pemda) dalam pengelolaan MPA dapat diharapkan. Pengelolaan kawasan konservasi perairan tersebut pada umumnya dikelola oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
Sejak ditetapkan sebagai TNL, banyak permasalahan yang ditemukan di kawasan konservasi ini, baik masalah internal maupun eksternal. Permasalahan internal terkait dengan dana, sarana dan prasarana pengelolaan, jumlah dan kualifikasi petugas lapangan, serta kurang tersedianya data potensi kawasan. Sedangkan permasalahan eksternal menyangkut kurangnya pemahaman dan dukungan dari berbagai intansi yang terkait serta koordinasi mengenai pengembangan kawasan dari berbagai stakeholder disamping keterlibatan masyarakat setempat terkait usaha pelestarian sumberdaya di kawasan tersebut. Selain itu, aktivitas masyarakat berupa penangkapan ikan yang berlebihan atau over fishing, penangkapan ikan dengan sianida, perdagangan karang, serta pembukaan tambak menjadi masalah tersendiri bagi pengelolaan kawasan konservasi perairan ini.
Solusi dari berbagai permasalahan yang terjadi di atas adalah dengan sistem pengelolaan botom up. Pemerintah tidak lagi memaksakan program yang ditetapkannya kepada semua kawasan konservasi perairan tanpa melihat potensi kearifan lokal yang ada di masing-masing daerah. Koordinasi berbagai intansi terkait mutlak dilakukan agar tidak ada lagi konflik yang umumnya terjadi pada kawasan konservasi perairan Indonesia.
Pengembangan kawasan perairan kedepannya diharapkan bertumpu pada aspek pemanfaatan berkelanjutan tanpa mengabaikan aspek perlindungan yang menjadi fokus pengelolaan kawasan konservasi selama ini. Selain itu berbagai beberapa bentuk lain dalam pengembangan kawasan yang dapat direncanakan oleh pengelolan kawasan konservasi ini diantaranya pemberian teknologi tepat guna, pengembangan ekowisata, peningkatan program kesehatan bagi masyarakat, rencana tata ruang pulau kecil, peningkatan kapasitas kelembagaan, peningkatan pelayanan dan prasarana transportasi.
Dewasa ini, dalam pengelolaan suatu kawasan konservasi, pemerintah sudah tidak bisa lagi berlaku sebagai pengelola tunggal. Keterlibatan masyarakat sekitar kawasan mutlak diperlukan agar masyarakat merasa memiliki kawasan dan ikut menjaga kawasan. Proses melibatkan masyarakat juaga merupakan salah satu upaya pemerintah untuk merubah pandangan masyarakat bahwa kawasan konservasi bukan merupakan kawasan yang sama sekali tidak bisa dimanfaatkan sehingga kawasan konservasi tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang menakutkan. Dengan demikian masa depan kawasan konservasi perairan Indonesia yang berasaskan lestari dapat terjamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar