MSP Online Kuliah ONline

Ruang Sederhana bagi Gathering & Sharing Informasi dan Materi Referensi Ilmiah Populer

Kamis, 06 Desember 2018

METODE INTENSITAS CURAH HUJAN

Untuk mendapatkan data intensitas curah hujan dari curah hujan harian baik maksimum maupun yang “biasa-biasa aja”,dapat ditemukan solusinya dengan melakukan perhitungan menggunakan Metode Rasional untuk mendapatkan intensitas curah hujan sebagai bagian perumusan dalam perhitungan
debit rencana.

Cara menghitungnya unduh di sini

Kolam Retensi


Fungsi dari kolam retensi adalah untuk menggantikanperan lahan resapan yang dijadikan lahan tertutup/perumahan/perkantoran makafungsi resapan dapat digantikan dengan kolam retensi. Fungsi kolam ini adalah menampung air hujan langsung dan aliran dari sistem untuk diresapkan kedalam tanah. Sehingga kolam retensi ini perlu ditempatkan pada bagian yang terendah dari lahan.
Jumlah, volume, luas dan kedalaman kolam ini sangattergantung dari berapa lahan yang dialihfungsikan menjadi kawasan permukiman.
Fungsi lain dari kolam retensi adalah sebagai pengendali banjir dan penyalur air; pengolahan limbah, kolam retensi dibangun untuk menampung dan mentreatment limbah sebelum dibuang; dan pendukung waduk/bendungan, kolam retensi dibangun untuk mempermudah pemeliharaan dan penjernihan air waduk. karena jauh lebih mudah dan murah menjernihkan air di kolam retensi yang kecil sebelum dialirkan ke waduk dibanding dengan menguras/menjernihkan air waduk itu sendiri.
Unduh materi

MENGHITUNG DEBIT BANJIR

Permasalahan banjir sampai  saat ini belum dapat tertangani secara  menyeluruh walaupun pemerintah telah berupaya semaksimal  mungkin untuk mengatasinya. Hal ini terjadi  karena kondisi fasilitas drainase yang ada di  kota ini semula merupakan fasilitas irigasi,  dimana kedua fasilitas ini mempunyai tujuan  karakter yang bertolak belakang. Dengan  kondisi tersebut maka sudah tidak mungkin  lagi beban drainase ditambah  oleh perkembangan perubahan lahan sampai  kondisinya benar -benar dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Sejalan dengan perkembangan perubahan  lahan dari  lahan terbuka menjadi daerah perumahan,  dari evaluasi tanah yang lebih rendah  menjadi elevasi tanah yang lebih tinggi, dari  daerah tampungan menjadi daerah limpasan  air yang menuju saluran drainase, padahal  di sisi lain perkembangan peningkatan  kapasitas drainase belum mampu  mengimbangi perkembangan perubahan  lahan tersebut karena terbatasnya anggaran yang tersedia.
Kawasan yang tergenang dari tahun ke tahun  semakin meningkat. Hal ini menunjukkan  bahwa kapasitas saluran pengatusan saat ini sudah tidak mampu lagi mengalirkan air  limpasan yang semakin tahun semakin besar  karena perubahan fungsi lahan. Kondisi  seperti ini bertambah parah karena kesadaran masyarakat masih kurang untuk  ikut bertanggung jawab terhadap keberadaan saluran pengatusan.
Sebagian masyarakat masih menganggap  bahwa saluran pengatusan sebagai tempat  buangan sampah, sebagian lagi  memanfaatkan untuk kepentingan pribadi,  dan sebagian lagi melakukan perubahan  fungsi fasilitas drainase menjadi fasilitas  pribadi, serta ada sebagian lagi yang  bermaksud memperindah saluran tersebut  tetapi justru mematikan fungsi saluran yang  sebenarnya. Semua itu seakan tanggung  jawab keberadaan saluran hanya di pundak pemerintah.
Dengan kondisi demikian, yang timbul saat  ini adalah saling menyalahkan satu sama  lain, pihak pemerintah menuding  masyarakat tidak mempunyai rasa memiliki,  di lain pihak masyarakat menganggap pemerintah tidak mampu mengurus saluran, dan menganggap industri pemukiman /  pengembangan adalah salah satu pihak yang  harus bertanggung jawab terhadap timbulnya banjir.
Jika kondisi seperti ini dibiarkan maka  permasalahan banjir tidak akan pernah selesai. Berkaitan dengan  hal tersebut diatas maka dibutuhkan suatu  penyelesaian yang dapat diterima semua  pihak tetapi secara teknis mampu mengatasi  permasalahan banjir saat ini dan dimasa  mendatang. Untuk itu dibutuhkan ketrampilan menghitung debit banjir.

PANDUAN BIOTILIK untuk kesehatan Daerah Aliran Sungai

BIOTILIK berasal dari kata ‘Bio’ yang berarti biota, dan ‘Tilik’ berarti mengamati dengan teliti, sehingga BIOTILIK merupakan sinonim dengan istilah biomonitoring. BIOTILIK juga merupakan singkatan dari BIOta TIdak bertuLang belakang Indikator Kualitas air. BIOTILIK adalah metode
pemantauan  kesehatan  sungai dengan  bioindikator  makroinvertebrata  bentos, misalnya capung, udang,  siput,  dan  cacing.  BIOTILIK telah diterapkan  di  DAS  Brantas  untuk  menumbuhkan  kesadaran  dan  kepedulian  masyarakat,  khususnya  generasi  muda,  agar berpartisipasi menjaga  kelestarian  ekosistem  sungai. Sungai  adalah  ekosistem  daratan  yang paling  kritis  karena tingginya tekanan  lingkungan  akibat kerusakan  daerah  resapan  air  dan  bantaran  sungai  serta eksploitasi  sumber  daya  alam di daerah  aliran  sungai  (DAS)  yang  tidak memperhatikan  daya  dukung  lingkungan.  Hasil  pemantauan  BIOTILIK  dapat memberikan  petunjuk  adanya gangguan   lingkungan  pada ekosistem  sungai,  sehingga  dapat  dirumuskan  upaya   penanggulangan  yang  dibutuhkan. Setiap  warga  negara  berkewajiban  menjaga kelestarian  sungai,  sehingga  partisipasi  masyarakat sangat  diperlukan untuk pemulihan  kerusakan ekosistem  sungai.  Sungai  dan  pohon  di bantaran sungai adalah satu kesatuan yang harus dipertahankan, bahkan surga digambarkan memiliki sungai yang mengalir di bawah naungan pepohonan. Sungai adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus kita jaga untuk memelihara kelangsungan kehidupan, karena sungai adalah sumber air, dan air adalah sumber kehidupan.

Unduh Panduan

Pelingkupan; Skill Inti Menyusun AMDAL

Dalam menyusun dokumen lingkungan hidup, khususnya Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), skill yang menjadi intisari dalam menyusun dokumen AMDALadalah kemampuan melakukan Pelingkupan. Meskipun peraturan perundang-undangan terkait format penyusunan dokumen AMDAL beberapa kali mengalami perubahan, namun substansi penyusunan AMDAL adalah PELINGKUPAN. Berikut adalah pedoman dalam melakukan pelingkupan dalam menyusun dokumen AMDAL.

Klik link di bawah untuk unduh file:
Panduan Pelingkupan dalam AMDAL

ICZPM (integrated Coastal Zone Planning Management)

A.                KONSEP UMUM ICZM
Wilayah pesisir sekarang ini berada di bawah tekanan yang meningkat dari erosi, polusi, perubahan iklim, urbanisasi, dan pariwisata. Tekanan tersebut secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada seluruh ekosistem yang ada, selain satwa liar yang hidup disana tetapi juga bagi perekonomian dan kesejahteraan manusia. Untuk itu pengelolaan pesisir dianggap menjadi hal yang sangat krusial sehingga sangat diperlukan pengelolaan secara terpadu dan menyeluruh. Sebuah konsep yang ditawarkan dalam pengelolaan pesisir adalah ICZM atau ICZPM.
ICZM (Intregated Coastel Zone Management) atau ICZPM (Intregated Coastel Zone Planning Management) adalah suatu pendekatan yang menyeluruh yang dikenal dalam pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu. ICZM/ICZPM merupakan suatu pedoman untuk mengelola kawasan pesisir secara terpadu. Metodologi dari ICZM/ICZPM ini telah dikembangkan secara hati-hati sejak beberapa dekade yang lalu. Konsep ini membutuhkan kemampuan kelembagaan untuk menangani masalah-masalah intersektoral seperti lintas disiplin ilmu, kewenangan-kewenagan dari lembaga pemerintah, dan batas-batas kelembagaan (Hinrichsen, 1998).
Pesisir sebagi zona transisi antara lingkungan darat dan laut, wilayah pesisir dipengaruhi oleh perubahan dan tekanan dari darat dan laut. Pengelolaan pesisir yang berkelanjutan dapat tercapai dengan menggunakan pendekatan dan penelitian terpadu dengan ekosistem, dengan melibatkan masyarakat global maupun regional dengan mempertimbangkan keadaan sosial ekonomi. Adapun tujuan dari pembentukan ICZM/ICZPM sendiri antara lain :
  • Mengatasi permasalahan pembangunan pesisir dan lautan yang berlangsung saat ini dan masa mendatang.
  • Memberdayakan masyarakat pesisir (para pengguna wilayah pesisir dan lautan atau biasa disebut stakeholder) agar dapat menikmati keuntungan yang diperoleh secara berkesinambungan.
Pada dasarnya ICZPM adalah konsep pengelolaan pesisir yang mengikut sertakan peran masyarakat, sehingga diharapkan masyarakat akan turut merasa memiliki tanggung jawab terhadap kawasan pesisir yang menjadi daerah huniannya. ICZPM dan sustainable development menjadi satu kolaborasi yang sangat baik apabila dilaksanakan sesuai dengan aturannya.  Dilihat dari konsep dimensinya, ICZPM dapat dipandang dari beberapa segi, antara lain:
1.    Dimensi ekologis
a)    Mengelola segala kegiatan pembangunan yang terdapat pada suatu wilayah yang berhubungan dengan wilayah pesisir agar total dampaknya tidak melebihi kapasitas fungsional yang ada.
b)   Misalnya pada wilayah pesisir yang diggunakan sebagai area pembuangan limbah harus mendapatkan jaminan bahwa total pembuangan limbah tidak melebihi batas asimilasi yang ada.
2.    Dimensi sosial- ekonomi
Pola dan laju pembangunan harus dikelola sedemikian rupa sehingga total demand terhadap sumber daya alam dan jasa lingkungan tidak melampaui kemampuan suplay yang ada.
3.    Dimensi sosial – politik
Adanya permasalahan lingkunan maka pembangunan berkelanjutan hanya dapat dilaksanakan dalam sistem dan suasana politik yang demokratif dan trasparan.
Adapun keunggulan dari pengadaan ICZPM adalah :
  1. Memberi kesempatan kepada masyarakat pesisir untuk membangun sumber daya secara berkesinambungan.
  2. Memungkinkan untuk memasukkan pertimbangan tentang kebutuhan serta aspirasi masyarakat terhadap sumber daya alam dan jasa lingkungan baik sekarang maupun yang akan datang ke dalam perencanaan pembangunan dengan adanya konsep partisipatif mendorong pembangunan sumber daya serta meminimalkan dampak negatif terhadap ekosistem pesisir dan laut.
  3. Membantu pemerintah daerah maupun pusat dengan suatu proses yang dapat menumbuhkembangkan pembangunan ekonomi serta meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.
  4. Biaya yang dikeluarksan pada pendekatan ICZPM  lebih rendah dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan menggunakan pendekatan sektoral.
Dari beberapa keunggulan ICZPM tersebut dapat kita lihat bahwa sebenarnya ICZPM adalah sebuah konsep yang saat ini dianggap paling ideal untuk diterapkan di daerah pesisir. Namun ada bebeapa poin – poin yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan ICZPM. 
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu: Dalam pengelolaan wilayah pesisir yang terpadu (ICZPM) perlu diperhatikna beberapa hal, antara lain (Kay, 1999) :
1)      Peran dari prsinsip pembangunan berkelanjutan dari para perencana dan pemegang kebijakan merupakan tantangan untuk dapat mentransfer dalam pengelolaan
2)       Perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir, merupakan hal yang sangat berkaitan erat.
3)       Perencanaan dan pengelolaan yang mengacu, pada komitmen dari berbagai pihak menjadi penting, sehingga muncul berbagai bentuk pengelolaan seperti community based, collaborative and co community based. Bentukan ini merupakan antisipasi dari konflik kepentingan bagi multipihak.
4)      Pengelolaan wilayah pesisir merupakan hal yang perlu menjadi perhatian bersama. Tanggungjawab dan pengelolaan yang berkelanjutan meliputi usaha internasional hingga pada tataran lokal, bersama dengan pengguna wilayah pesisir, penduduk, perusahaan, Perusahaan swasta, kelompok swasta, kelompok-kelompok advokasi, dan pemerintah. Kemitraan ini perlu dijalin untuk mendapatkan keuntungan yang berkelanjutan bersama-sama.
5)      Pengelolaan wilayah pesisir yang berhasil adalah yang berbasis pada tradisi (local knowledge), terkait dengan sumberdaya alam dan pengelolaannya.
6)      Beberapa teknik perencanaan perlu selalu dikembangkan secara inovatif untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan wilayah pesisir.
7)      Strategi perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir dapat diramu dengan berbagai multipihak yang terkait, merujuk kebijakan, dan dalam skala yang berbeda dan terkait. Sehingga ada orientasi yang terintegrasi.
8)      Melakukan evaluasi pada keberhasilan. Kebijakan dan program wilayah pesisir harus selalu dievaluasi dan dimonitor untuk memberikan ukuran keberhasilannya.
Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan yang memiliki wilayah pesisir yang sangat luas. Dalam melakukan pengelolaan pesisirnya, Indonesia mengacu pada Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu, pada pedoman ini wilayah pesisir didefinisikan sebagai ,
“Wilayah peralihan ekosistem darat dan laut yang saling memengaruhi di mana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota”.
Berdasarkan Rancangan Undang-undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil tahun 2004, pengertian wilayah pesisir ialah:
“Satu kesatuan wilayah antara daratan dan lautan yang secara ekologis memunyai hubungan keterkaitan yang di dalamnya termasuk ekosistem pulau kecil serta perairan di antara satu kesatuan pulau-pulau kecil”.Untuk kepentingan praktis dalam lingkup nasional, terdapat pula kesepakatan mengenai batasan wilayah pesisir yaitu bahwa batas ke arah laut suatu wilayah adalah sesuai dengan batas laut yang terdapat pada Peta Lingkungan Pantai Indonesia yang berskala 1:50.000, yang diterbitkan Badan Survei dan Pemetaan Nasional. Demikian telah ditetapkan pula batas ke arah darat yang akan mencakup batas administratif seluruh desa pantai.
B.                 PENGELOLAAN PESISIR DI NEGARA LAIN
Beberapa Negara di Eropa memiliki konsen terhadap wilayah pesisir. Salah satu  badan pengamat dan perlindungan pesisir adalah European Environtment Agency (EEA) , badan ini meneliti lebih dekat pada keadaan ekosistem pesisir dan tanggapan kebijakan terhadap tekanan yang berdampak pada ekosistem. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh EEA didapatkan kesimpulan bahwa pengaruh perubahan ekosistem pesisir adalah erosi pantai, luas situs perekonomian, dan infrastruktur yang terkait erat dengan urbanisasi dan pariwisata di sekitar pesisir. Hal ini juga erat kaitannya dengan gaya hidup masyarakat Eropa yang mulai meninggalkan kepenatan kota. Wilayah pesisir ini menjadi salah satu tujuan destinasi pariwisata sekaligus wilayah yang menjadi incaran sector properti kelas atas.
Urbanisasi juga membuat lahan basah pesisir Mediterania di bawah tekanan konstan dalam periode 1990 – 2000, khususnya di Spanyol dan Italia Selatan.  Pada tahun 2002, Komisi Eropa merekomendasikan menerapkan “Pengelolaan Pesisir Zona Terpadu” dalam pengelolaan wilayah pesisir. The Water EU Directive (2000), mencanangkan air permukaan (danau, sungai, muara, dan perairan pesisir) untuk menjadi ramah lingkungan pada tahun 2015. Strategi Badan Kelautan Uni Eropa (2008), mendesak pembentukan jaringan kawasan perlindungan laut dan menetapkan bahwa semua ekosistem laut harus mencapai status lingkungan yang baik pada tahun 2020.
Faktor lain  yang sangat mempengaruhi terjadinya perubahan ekosistem ini adalah erosi. Erosi pantai sebagian besar disebabkan oleh sedimentasi yang berasal dari sungai yang terbawa arus ke laut, meskipun selain itu pengembangan intensif tanpa memandang lingkungan dan penambangan pasir juga dapat mengakibatkan kerusakan habitat pesisir. Setengah dari lahan basah pesisir Eropa diperkirakan akan hilang (sekitar 4500 km2) sebagai akibat dari kenaikan air laut juga yang terkait perubahan iklim.
Perlindungan kawasan pesisir juga dilakukan pada habitat hewan dan tumbuhan yang hidup di kawasan tersebut. Habitat pesisir dan spesies yang dijamin dan dilindungi oleh Uni Eropa adalah habitat langsung dan habitat burung. Di Eropa telah ada beberapa konvensi internasional, termasuk Konvensi OSPAR (Konvensi untuk Perlindungan Lingkungan Laut Utara – Timur Atlantik), Konvensi Barcelona (Konvensi untuk Perlindungan Laut Mediterania terhadap Polusi), dan Konvensi Bucharest (Konvensi untuk Perlindungan Laut Hitam terhadap Polusi) yang bertujuan melindungi ekosistem pesisir dan isinya. 
C.       PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN LAUTAN SECARA TERPADU (PWPLT) AMERIKA (HAWAII)
Kepulauan Hawai terdiri dari 20 pulau utama dengan luas total sebesar 10.434 km2, dengan panjang garis pantai 1.212 km. Terdapat 13 pulau yang memiliki aktifitas gunung api, dan 7 pulau berupa karang. Program pengelolaan pesisir di Hawai berada dibawah wewenang Kantor Gubernur Bagian Perencanaan (OSP,1990). Penekanan program ini pada pengelolaan jaringan kerja dengan institusi-institusi lingkungan dan bergulat dengan peraturan, perencanaan, dan pedoman kerja yang berhubungan dengan Coastal Zone Management (CZM). Partisipasi masyarakat dan adanya proyek-proyek khusus juga di utamakan. Program-program di biayai secara bersama oleh Kantor Pemerintah Federal bagian Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan dengan negara-negara bagian Hawaii.
Wilayah CZM adalah perairan pantai sampai batas laut negara yang di tetapkan oleh peraturan pemerintah, dan semua daratan, tidak termasuk hitan suaka pemerintah Pusat dan Federal. Manajemen wilayah meliputi daerah belakang bagian belakang garis pantai dan daerah pegelolaan khusus yang dapat di kelola lebih intensif sesuai kebijakan politik negara. Daerah bagian belakang pantai sepanjang 20-40 kaki ke arah darat. Daerah ini dilarang membangun struktur konstruksi atau kegiatan yang mengganggu lingkungan. Daerah pengelolaan khusus terbentang sepanjang 300 kaki atau lebih ke arah darat dari garis pantai, yang dapat di kembangkan menjadi suatu hal yang menguntungkan.
Selain CZM berkembang pula peraturan federal, negara serta peraturan pemerintah dan wewenang bagian perencanaan yang dapat melakukan pelayanan untuk melindungi dan konservasi sumber daya wilayah pesisir. Sejumlah kawasan lindung yang telah  di tetapkan di Hawaii, meskipun demikian masih banyak daerah pantai dan lautan yang perlu dinyatakan sebagai kawasan lindung untuk pulau-pulau di sebelah tenggara. Jaringan kerja wilayah pesisir adalah pengkoordinasian perangkat untuk melakukan pengambilan keputusan dan tindakan oleh pemerintah pusat dan negara bagian. Tujuan dan kebijakan program CZM untuk pengembangan sumber daya pariwisata, sumber daya kesejahteraan, sumber daya keindahan pemandangan alam, ekosistem pesisir, kegiatan ekonomi, penanggulangan kerusakan pantai, dan pengembangan pengelolaan wilayah pesisir. Wilayah perhatian  Undang-Undang Nasional CZM, telah di tetapkan dan menghasilkan tingkat perlindungan yang paling kuat melalui kontrol dan pendanaan yang ketat untuk mengembangkan rencana konservasi, perluasan atau restorasi, negara menetapkan kawasan lindung yang termasuk cagar alam, wilayah konservasi ekosistem laut, dan suaka margasatwa

Ekosistem dan Ekologi Estuari


Ekosistem estuari adalah ekosistem perairan semi-tertutup yang memiliki badan air dengan hubungan terbuka antara perairan laut dan air tawar yang dibawa oleh sungai. Percampuran ini terjadi paling tidak setengah waktu dari setahun. Pada wilayah tersebut terjadi percampuran antara masa air laut dengan air tawar dari daratan, sehingga air menjadi payau (brackish). Oleh karena itu estuari memiliki sifat yang unik akibat adanya percampuran antara massa air laut dan tawar membuat tingkat salinitas yang dimiliki dapat berubah-ubah atau memiliki fluktuasi tersendiri. Berubahnya salinitas estuari dapat dipengaruhi oleh adanya pasang surut air dan musim. Selama musim kemarau, volume air sungai yang masuk berkurang, sehingga air laut dapat masuk sampai ke daerah yang lebih tinggi atau hulu dan menyebabkan salinitas yang dimiliki wilayah estuari meningkat. Sebaliknya yang terjadi apabila pada musim penghujan air tawar yang masuk dari hulu ke wilayah estuari meningkat sehingga salinitas yang dimiliki rendah (Sari, 2010).


Pengaruh pasang surut terhadap sirkulasi aliran (kecepatan/debit, profil muka air, instrusi air asin) di estuari dapat sampai jauh ke hulu sungai, yang tergantung pada tinggi pasang surut, debit sungai dan karakteristik estuari (penampang aliran, kekasaran dinding, dan sebagainya. Adanya aliran air tawar yang terjadi terus menerus dari hulu sungai dan adanya proses gerakan air akibat arus pasang surut yang mengangkut mineral-mineral, bahan organik dan sedimen merupakan bahan dasar yang dapat menunjang produktifitas perairan di wilayah estuari yang melebihi produktifitas laut lepas dan perairan air tawar. Oleh karena itu, lingkungan wilayah estuari menjadi paling produktif (Aritonang et all,2016).

Unduh materi:

Konsep Integrated Water Resources Management (IWRM)/Pengelolaan Sumber Air Secara Terpadu

Dimasa lalu pengembangan sumber air diartikan sebagai usaha pemanfaatan sumber
air untuk memenuhi kebutuhan tertentu saja (satu tujuan), misalnya untuk memenuhi
kebutuhan  irigasi  atau  untuk  air  minum,  tanpa  memikirkan  lebih  jauh  dampak  dari
eksplorasi  sumber  air  yang  ada,  serta  perubahan  atau  variasi  kebutuhan  air
dikemudian hari. Sehingga pedekatan pengelolaan sumberdaya air menekankan pada
bagaimana  agar  kebutuhan  air  dapat  terpenuhi.  Pendekatan  seperti  ini  ditandai  oleh
pembangunan  fasilitas  baru  untuk  memenuhi  penambahan  kebutuhan,  misalnya:
pembangunan  bendungan,  saluran-saluran  air,  instalasi  fasilitas  air  bersih  dan  lain
sebagainya.  Pendekatan  seperti  ini  kemudian  dirasa  dapat  mengakibatkan  persoalan
baru  seperti:  penggunaan  air  secara  berlebihan,  pemanfaatan  modal  tidak  effisien,
pencemaran  terhadap  lingkungan,  eksplorasi  sumber  air  tidak  terkontrol  dan
sebagainya.
Unduh materi:
IWRM

Hidroklimatologi: Menghitung Curah Hujan Rerata

Data jumlah curah hujan (CH) rata -rata untuk suatu daerah tangkapan air (catchment  area)  atau daerah  aliran  sungai  (DAS)   merupakan  informasi  yang sangat diperlukan oleh pakar bidang hidrologi. Dalam bid ang pertanian data CH sangat berguna, misalnya untuk pengaturan air irigasi , mengetahui neraca air lahan, mengetahui besarnya aliran permukaan (run off).
Untuk  dapat  mewakili  besarnya  CH  di  suatu  wilayah/daerah  diperlukan penakar  CH  dalam  jumlah  yang  c ukup.   Semakin  banyak  penakar  dipasang  di lapangan  diharapkan  dapat  diketahui  besarnya  rata -rata  CH  yang  menunjukkan besarnya CH yang terjadi di daerah tersebut. Disamping itu juga diketahui variasi CH di suatu titik pengamatan.
Menurut  (Hutchinson,  1970  ;  Browning,  1987  dalam  Asdak  C.  1995) Ketelitian  hasil  pengukuran  CH  tegantung  pada  variabilitas  spasial  CH, maksudnya diperlukan semakin banyak lagi penakar CH bila kita mengukur CH di suatu  daerah  yang  variasi  curah  hujannya  besar. Ketelitian  akan  semakin meningkat  dengan  semakin  banyak  penakar  yang  dipasang,  tetapi  memerlukan biaya  mahal  dan  juga  memerlukan  banyak  waktu  dan  tenaga  dalam pencatatannya di lapangan.
Unduh Materi:
Hitung Curah Hujan
EVALUASI SECARA HOLISTIK DAMPAK RENCANA KEGIATAN TERHADAP KOMPONEN LINGKUNGAN HIDUP

Evaluasi secara holistik terhadap dampak lingkungan merangkum seluruh hasil prakiraan dan evaluasi terhadap Dampak Penting Hipotetik (DPH) yang telah dikemukakan secara komprehensif pada Bab III FORMAT lAPORAN Andal. Prakiraan dan evaluasi dampak pada Bab III adalah untuk menentukan sifat penting dampak dari setiap DPH yaitu apakah dampak bersifat “diabaikan”, “minor”, “moderat”, “mayor” dan “kritis”. Rangkuman disusun terhadap hasil evaluasi terhadap seluruh DPH secara tabulatif. Definisi sifat penting dampak tercantum pada Tabel yang merupakan pemeringkatan relatif terhadap pentingnya dampak.
Telahaan secara menyeluruh terhadap Dampak Penting dari komponen/parameter lingkungan hidup untuk setiap jenis kegiatan sebagai sumber dampaknya, dilakukan dengan menggunakan bagan alir dampak. Bagan alir dampak digunakan untuk menentukan keterkaitan (sebab-akibat) antara sumber dampak dengan dampak penting terhadap komponen/parameter lingkungan, dan antar komponen/parameter lingkungan yang terkena dampak penting itu sendiri, sehingga dapat diketahui setiap jenis kegiatan sebagai sumber dampak dan jenis dampak yang menjadi variabel kunci yang akan dikelola dan dipantau melalui pendekatan teknologi, sosial dan kelembagaan.
Contoh studi kasus dalam penyusunan Evaluasi Secara Holistik Dampak Lingkungan dapat diunduh pada file-file berikut.
Eva Holistik Studi Kasus 1
Eva Holistik Studi Kasus 2