Untuk mendapatkan data intensitas curah hujan dari curah hujan harian baik maksimum maupun yang “biasa-biasa aja”,dapat ditemukan solusinya dengan melakukan perhitungan menggunakan Metode Rasional untuk mendapatkan intensitas curah hujan sebagai bagian perumusan dalam perhitungan
debit rencana.
Cara menghitungnya unduh di sini
MSP Online Kuliah ONline
Ruang Sederhana bagi Gathering & Sharing Informasi dan Materi Referensi Ilmiah Populer
Kamis, 06 Desember 2018
Kolam Retensi
Fungsi dari kolam retensi adalah untuk menggantikanperan lahan resapan yang dijadikan lahan tertutup/perumahan/perkantoran makafungsi resapan dapat digantikan dengan kolam retensi. Fungsi kolam ini adalah menampung air hujan langsung dan aliran dari sistem untuk diresapkan kedalam tanah. Sehingga kolam retensi ini perlu ditempatkan pada bagian yang terendah dari lahan.
Jumlah, volume, luas dan kedalaman kolam ini sangattergantung dari berapa lahan yang dialihfungsikan menjadi kawasan permukiman.
Fungsi lain dari kolam retensi adalah sebagai pengendali banjir dan penyalur air; pengolahan limbah, kolam retensi dibangun untuk menampung dan mentreatment limbah sebelum dibuang; dan pendukung waduk/bendungan, kolam retensi dibangun untuk mempermudah pemeliharaan dan penjernihan air waduk. karena jauh lebih mudah dan murah menjernihkan air di kolam retensi yang kecil sebelum dialirkan ke waduk dibanding dengan menguras/menjernihkan air waduk itu sendiri.
Unduh materi
MENGHITUNG DEBIT BANJIR
Permasalahan banjir sampai
saat ini belum dapat tertangani secara menyeluruh walaupun pemerintah
telah berupaya semaksimal mungkin untuk mengatasinya.
Hal ini terjadi karena kondisi fasilitas drainase yang ada di kota ini
semula merupakan fasilitas irigasi, dimana kedua fasilitas ini
mempunyai tujuan karakter yang bertolak belakang. Dengan kondisi
tersebut maka sudah tidak mungkin lagi beban drainase ditambah oleh perkembangan perubahan lahan sampai kondisinya benar -benar dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Sejalan dengan perkembangan perubahan
lahan dari lahan terbuka menjadi
daerah perumahan, dari evaluasi tanah yang lebih rendah menjadi
elevasi tanah yang lebih tinggi, dari daerah tampungan menjadi daerah
limpasan air yang menuju saluran drainase, padahal di sisi lain
perkembangan peningkatan kapasitas drainase belum mampu mengimbangi
perkembangan perubahan lahan tersebut karena terbatasnya anggaran yang
tersedia.
Kawasan yang tergenang dari tahun ke
tahun semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas saluran
pengatusan saat ini sudah tidak mampu lagi mengalirkan air limpasan
yang semakin tahun semakin besar karena perubahan fungsi lahan. Kondisi
seperti ini bertambah parah karena kesadaran masyarakat masih kurang
untuk ikut bertanggung jawab terhadap keberadaan saluran pengatusan.
Sebagian masyarakat masih menganggap
bahwa saluran pengatusan sebagai tempat buangan sampah, sebagian lagi
memanfaatkan untuk kepentingan pribadi, dan sebagian lagi melakukan
perubahan fungsi fasilitas drainase menjadi fasilitas pribadi, serta
ada sebagian lagi yang bermaksud memperindah saluran tersebut tetapi
justru mematikan fungsi saluran yang sebenarnya. Semua itu seakan
tanggung jawab keberadaan saluran hanya di pundak pemerintah.
Dengan kondisi demikian, yang timbul saat
ini adalah saling menyalahkan satu sama lain, pihak pemerintah
menuding masyarakat tidak mempunyai rasa memiliki, di lain pihak
masyarakat menganggap pemerintah tidak mampu mengurus saluran, dan menganggap industri pemukiman /
pengembangan adalah salah satu pihak yang harus bertanggung jawab
terhadap timbulnya banjir.
Jika kondisi seperti ini dibiarkan maka
permasalahan banjir tidak akan pernah selesai. Berkaitan dengan hal tersebut
diatas maka dibutuhkan suatu penyelesaian yang dapat diterima semua
pihak tetapi secara teknis mampu mengatasi permasalahan banjir saat
ini dan dimasa mendatang. Untuk itu dibutuhkan ketrampilan menghitung debit banjir.
PANDUAN BIOTILIK untuk kesehatan Daerah Aliran Sungai
BIOTILIK berasal dari kata ‘Bio’ yang berarti biota, dan ‘Tilik’ berarti mengamati dengan teliti, sehingga BIOTILIK merupakan sinonim dengan istilah biomonitoring. BIOTILIK juga merupakan singkatan dari BIOta TIdak bertuLang belakang Indikator Kualitas air. BIOTILIK adalah metode
pemantauan kesehatan sungai dengan bioindikator makroinvertebrata bentos, misalnya capung, udang, siput, dan cacing. BIOTILIK telah diterapkan di DAS Brantas untuk menumbuhkan kesadaran dan kepedulian masyarakat, khususnya generasi muda, agar berpartisipasi menjaga kelestarian ekosistem sungai. Sungai adalah ekosistem daratan yang paling kritis karena tingginya tekanan lingkungan akibat kerusakan daerah resapan air dan bantaran sungai serta eksploitasi sumber daya alam di daerah aliran sungai (DAS) yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan. Hasil pemantauan BIOTILIK dapat memberikan petunjuk adanya gangguan lingkungan pada ekosistem sungai, sehingga dapat dirumuskan upaya penanggulangan yang dibutuhkan. Setiap warga negara berkewajiban menjaga kelestarian sungai, sehingga partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk pemulihan kerusakan ekosistem sungai. Sungai dan pohon di bantaran sungai adalah satu kesatuan yang harus dipertahankan, bahkan surga digambarkan memiliki sungai yang mengalir di bawah naungan pepohonan. Sungai adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus kita jaga untuk memelihara kelangsungan kehidupan, karena sungai adalah sumber air, dan air adalah sumber kehidupan.
Unduh Panduan
pemantauan kesehatan sungai dengan bioindikator makroinvertebrata bentos, misalnya capung, udang, siput, dan cacing. BIOTILIK telah diterapkan di DAS Brantas untuk menumbuhkan kesadaran dan kepedulian masyarakat, khususnya generasi muda, agar berpartisipasi menjaga kelestarian ekosistem sungai. Sungai adalah ekosistem daratan yang paling kritis karena tingginya tekanan lingkungan akibat kerusakan daerah resapan air dan bantaran sungai serta eksploitasi sumber daya alam di daerah aliran sungai (DAS) yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan. Hasil pemantauan BIOTILIK dapat memberikan petunjuk adanya gangguan lingkungan pada ekosistem sungai, sehingga dapat dirumuskan upaya penanggulangan yang dibutuhkan. Setiap warga negara berkewajiban menjaga kelestarian sungai, sehingga partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk pemulihan kerusakan ekosistem sungai. Sungai dan pohon di bantaran sungai adalah satu kesatuan yang harus dipertahankan, bahkan surga digambarkan memiliki sungai yang mengalir di bawah naungan pepohonan. Sungai adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus kita jaga untuk memelihara kelangsungan kehidupan, karena sungai adalah sumber air, dan air adalah sumber kehidupan.
Unduh Panduan
Pelingkupan; Skill Inti Menyusun AMDAL
Dalam menyusun dokumen lingkungan hidup, khususnya Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), skill yang menjadi intisari dalam menyusun dokumen AMDALadalah kemampuan melakukan Pelingkupan. Meskipun peraturan perundang-undangan terkait format penyusunan dokumen AMDAL beberapa kali mengalami perubahan, namun substansi penyusunan AMDAL adalah PELINGKUPAN. Berikut adalah pedoman dalam melakukan pelingkupan dalam menyusun dokumen AMDAL.
Klik link di bawah untuk unduh file:
Panduan Pelingkupan dalam AMDAL
Klik link di bawah untuk unduh file:
Panduan Pelingkupan dalam AMDAL
ICZPM (integrated Coastal Zone Planning Management)
A.
KONSEP UMUM ICZM
Wilayah pesisir sekarang ini berada di bawah
tekanan yang meningkat dari erosi, polusi, perubahan iklim, urbanisasi, dan
pariwisata. Tekanan tersebut secara langsung maupun tidak langsung berdampak
pada seluruh ekosistem yang ada, selain satwa liar yang hidup disana tetapi
juga bagi perekonomian dan kesejahteraan manusia. Untuk itu pengelolaan pesisir
dianggap menjadi hal yang sangat krusial sehingga sangat diperlukan pengelolaan
secara terpadu dan menyeluruh. Sebuah konsep yang ditawarkan dalam pengelolaan
pesisir adalah ICZM atau ICZPM.
ICZM (Intregated Coastel Zone Management)
atau ICZPM (Intregated Coastel Zone Planning Management) adalah suatu pendekatan yang menyeluruh yang dikenal dalam pengelolaan wilayah
pesisir secara terpadu. ICZM/ICZPM merupakan suatu pedoman untuk mengelola kawasan pesisir secara
terpadu. Metodologi dari ICZM/ICZPM ini telah dikembangkan secara hati-hati sejak
beberapa dekade yang lalu. Konsep ini membutuhkan kemampuan kelembagaan untuk
menangani masalah-masalah intersektoral seperti lintas disiplin ilmu,
kewenangan-kewenagan dari lembaga pemerintah, dan batas-batas kelembagaan (Hinrichsen, 1998).
Pesisir sebagi zona transisi antara lingkungan
darat dan laut, wilayah pesisir dipengaruhi oleh perubahan dan tekanan dari
darat dan laut. Pengelolaan pesisir yang berkelanjutan dapat tercapai dengan
menggunakan pendekatan dan penelitian terpadu dengan ekosistem, dengan
melibatkan masyarakat global maupun regional dengan mempertimbangkan keadaan
sosial ekonomi. Adapun tujuan dari pembentukan
ICZM/ICZPM sendiri antara lain :
- Mengatasi permasalahan pembangunan pesisir dan lautan yang berlangsung saat ini dan masa mendatang.
- Memberdayakan masyarakat pesisir (para pengguna wilayah pesisir dan lautan atau biasa disebut stakeholder) agar dapat menikmati keuntungan yang diperoleh secara berkesinambungan.
Pada dasarnya ICZPM adalah
konsep pengelolaan pesisir yang mengikut sertakan peran masyarakat, sehingga
diharapkan masyarakat akan turut merasa memiliki tanggung jawab terhadap
kawasan pesisir yang menjadi daerah huniannya. ICZPM dan sustainable development
menjadi satu kolaborasi yang sangat baik apabila dilaksanakan sesuai dengan
aturannya. Dilihat dari konsep
dimensinya, ICZPM dapat dipandang dari beberapa segi, antara lain:
1. Dimensi ekologis
a) Mengelola segala kegiatan pembangunan yang terdapat pada suatu
wilayah yang berhubungan dengan wilayah pesisir agar total dampaknya tidak
melebihi kapasitas fungsional yang ada.
b) Misalnya pada wilayah pesisir yang diggunakan sebagai area
pembuangan limbah harus mendapatkan jaminan bahwa total pembuangan limbah tidak
melebihi batas asimilasi yang ada.
2. Dimensi sosial- ekonomi
Pola dan laju pembangunan harus dikelola sedemikian rupa sehingga
total demand terhadap sumber daya alam dan jasa lingkungan tidak melampaui
kemampuan suplay yang ada.
3. Dimensi sosial – politik
Adanya permasalahan lingkunan maka pembangunan berkelanjutan hanya
dapat dilaksanakan dalam sistem dan suasana politik yang demokratif dan
trasparan.
Adapun keunggulan dari
pengadaan ICZPM adalah :
- Memberi kesempatan kepada masyarakat pesisir untuk membangun sumber daya secara berkesinambungan.
- Memungkinkan untuk memasukkan pertimbangan tentang kebutuhan serta aspirasi masyarakat terhadap sumber daya alam dan jasa lingkungan baik sekarang maupun yang akan datang ke dalam perencanaan pembangunan dengan adanya konsep partisipatif mendorong pembangunan sumber daya serta meminimalkan dampak negatif terhadap ekosistem pesisir dan laut.
- Membantu pemerintah daerah maupun pusat dengan suatu proses yang dapat menumbuhkembangkan pembangunan ekonomi serta meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.
- Biaya yang dikeluarksan pada pendekatan ICZPM lebih rendah dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan menggunakan pendekatan sektoral.
Dari
beberapa keunggulan ICZPM tersebut dapat kita lihat bahwa sebenarnya ICZPM adalah
sebuah konsep yang saat ini dianggap paling ideal untuk diterapkan di daerah
pesisir. Namun ada bebeapa poin – poin yang perlu diperhatikan dalam
mengembangkan ICZPM.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu: Dalam pengelolaan wilayah pesisir yang terpadu (ICZPM) perlu diperhatikna beberapa hal, antara lain (Kay, 1999) :
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu: Dalam pengelolaan wilayah pesisir yang terpadu (ICZPM) perlu diperhatikna beberapa hal, antara lain (Kay, 1999) :
1)
Peran dari prsinsip
pembangunan berkelanjutan dari para perencana dan pemegang kebijakan merupakan
tantangan untuk dapat mentransfer dalam pengelolaan
2)
Perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir,
merupakan hal yang sangat berkaitan erat.
3)
Perencanaan dan pengelolaan yang mengacu, pada
komitmen dari berbagai pihak menjadi penting, sehingga muncul berbagai bentuk
pengelolaan seperti community based,
collaborative and co community based. Bentukan ini merupakan antisipasi
dari konflik kepentingan bagi multipihak.
4)
Pengelolaan wilayah
pesisir merupakan hal yang perlu menjadi perhatian bersama. Tanggungjawab dan
pengelolaan yang berkelanjutan meliputi usaha internasional hingga pada tataran
lokal, bersama dengan pengguna wilayah pesisir, penduduk, perusahaan,
Perusahaan swasta, kelompok swasta, kelompok-kelompok advokasi, dan pemerintah.
Kemitraan ini perlu dijalin untuk mendapatkan keuntungan yang berkelanjutan
bersama-sama.
5)
Pengelolaan wilayah
pesisir yang berhasil adalah yang berbasis pada tradisi (local knowledge), terkait dengan sumberdaya alam dan
pengelolaannya.
6)
Beberapa teknik
perencanaan perlu selalu dikembangkan secara inovatif untuk menyelesaikan
permasalahan lingkungan wilayah pesisir.
7)
Strategi perencanaan
dan pengelolaan wilayah pesisir dapat diramu dengan berbagai multipihak yang
terkait, merujuk kebijakan, dan dalam skala yang berbeda dan terkait. Sehingga
ada orientasi yang terintegrasi.
8)
Melakukan evaluasi
pada keberhasilan. Kebijakan dan program wilayah pesisir harus selalu
dievaluasi dan dimonitor untuk memberikan ukuran keberhasilannya.
Indonesia
merupakan salah satu Negara kepulauan yang memiliki wilayah pesisir yang sangat
luas. Dalam melakukan pengelolaan pesisirnya, Indonesia mengacu pada Pedoman
Umum Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu, pada pedoman ini wilayah
pesisir didefinisikan sebagai ,
“Wilayah peralihan ekosistem darat dan laut yang saling
memengaruhi di mana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan
sepertiga dari wilayah laut itu untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas
administrasi kabupaten/kota”.
Berdasarkan
Rancangan Undang-undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil tahun 2004, pengertian wilayah pesisir ialah:
“Satu kesatuan wilayah antara
daratan dan lautan yang secara ekologis memunyai hubungan keterkaitan yang di
dalamnya termasuk ekosistem pulau kecil serta perairan di antara satu kesatuan
pulau-pulau kecil”.Untuk kepentingan praktis dalam lingkup nasional, terdapat
pula kesepakatan mengenai batasan wilayah pesisir yaitu bahwa batas ke arah
laut suatu wilayah adalah sesuai dengan batas laut yang terdapat pada Peta
Lingkungan Pantai Indonesia yang berskala 1:50.000, yang diterbitkan Badan
Survei dan Pemetaan Nasional. Demikian telah ditetapkan pula batas ke arah
darat yang akan mencakup batas administratif seluruh desa pantai.
B.
PENGELOLAAN PESISIR DI NEGARA LAIN
Beberapa Negara di Eropa memiliki konsen terhadap wilayah pesisir.
Salah satu badan pengamat dan
perlindungan pesisir adalah European Environtment Agency (EEA) , badan ini meneliti lebih
dekat pada keadaan ekosistem pesisir dan tanggapan kebijakan terhadap tekanan
yang berdampak pada ekosistem. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh EEA
didapatkan kesimpulan bahwa pengaruh perubahan ekosistem pesisir adalah erosi
pantai, luas situs perekonomian, dan infrastruktur yang terkait erat dengan
urbanisasi dan pariwisata di sekitar pesisir. Hal ini juga erat kaitannya
dengan gaya hidup masyarakat Eropa yang mulai meninggalkan kepenatan kota.
Wilayah pesisir ini menjadi salah satu tujuan destinasi pariwisata sekaligus
wilayah yang menjadi incaran sector properti kelas atas.
Urbanisasi juga membuat
lahan basah pesisir Mediterania di bawah tekanan konstan dalam periode 1990 –
2000, khususnya di Spanyol dan Italia Selatan. Pada tahun 2002, Komisi
Eropa merekomendasikan menerapkan “Pengelolaan Pesisir Zona Terpadu” dalam
pengelolaan wilayah pesisir. The Water EU Directive (2000), mencanangkan air
permukaan (danau, sungai, muara, dan perairan pesisir) untuk menjadi ramah
lingkungan pada tahun 2015. Strategi Badan Kelautan Uni Eropa (2008), mendesak
pembentukan jaringan kawasan perlindungan laut dan menetapkan bahwa semua
ekosistem laut harus mencapai status lingkungan yang baik pada tahun 2020.
Faktor lain yang sangat
mempengaruhi terjadinya perubahan ekosistem ini adalah erosi. Erosi pantai sebagian
besar disebabkan oleh sedimentasi yang berasal dari sungai yang terbawa arus ke
laut, meskipun selain itu pengembangan intensif tanpa memandang lingkungan dan
penambangan pasir juga dapat mengakibatkan kerusakan habitat pesisir. Setengah
dari lahan basah pesisir Eropa diperkirakan akan hilang (sekitar 4500 km2)
sebagai akibat dari kenaikan air laut juga yang terkait perubahan iklim.
Perlindungan kawasan
pesisir juga dilakukan pada habitat hewan dan tumbuhan yang hidup di kawasan
tersebut. Habitat pesisir dan spesies yang dijamin dan dilindungi oleh Uni
Eropa adalah habitat langsung dan habitat burung. Di Eropa telah ada beberapa
konvensi internasional, termasuk Konvensi OSPAR (Konvensi untuk Perlindungan
Lingkungan Laut Utara – Timur Atlantik), Konvensi Barcelona (Konvensi untuk
Perlindungan Laut Mediterania terhadap Polusi), dan Konvensi Bucharest
(Konvensi untuk Perlindungan Laut Hitam terhadap Polusi) yang bertujuan
melindungi ekosistem pesisir dan isinya.
C. PENGELOLAAN WILAYAH
PESISIR DAN LAUTAN SECARA TERPADU (PWPLT) AMERIKA (HAWAII)
Kepulauan
Hawai terdiri dari 20 pulau utama dengan luas total sebesar 10.434 km2,
dengan panjang garis pantai 1.212 km. Terdapat 13 pulau yang memiliki aktifitas
gunung api, dan 7 pulau berupa karang. Program pengelolaan pesisir di Hawai
berada dibawah wewenang Kantor Gubernur Bagian Perencanaan (OSP,1990).
Penekanan program ini pada pengelolaan jaringan kerja dengan
institusi-institusi lingkungan dan bergulat dengan peraturan, perencanaan, dan
pedoman kerja yang berhubungan dengan Coastal Zone Management (CZM).
Partisipasi masyarakat dan adanya proyek-proyek khusus juga di utamakan.
Program-program di biayai secara bersama oleh Kantor Pemerintah Federal bagian
Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan dengan negara-negara bagian
Hawaii.
Wilayah
CZM adalah perairan pantai sampai batas laut negara yang di tetapkan oleh
peraturan pemerintah, dan semua daratan, tidak termasuk hitan suaka pemerintah
Pusat dan Federal. Manajemen wilayah meliputi daerah belakang bagian belakang
garis pantai dan daerah pegelolaan khusus yang dapat di kelola lebih intensif
sesuai kebijakan politik negara. Daerah bagian belakang pantai sepanjang 20-40
kaki ke arah darat. Daerah ini dilarang membangun struktur konstruksi atau
kegiatan yang mengganggu lingkungan. Daerah pengelolaan khusus terbentang
sepanjang 300 kaki atau lebih ke arah darat dari garis pantai, yang dapat di
kembangkan menjadi suatu hal yang menguntungkan.
Selain
CZM berkembang pula peraturan federal, negara serta peraturan pemerintah dan
wewenang bagian perencanaan yang dapat melakukan pelayanan untuk melindungi dan
konservasi sumber daya wilayah pesisir. Sejumlah kawasan lindung yang
telah di tetapkan di Hawaii, meskipun
demikian masih banyak daerah pantai dan lautan yang perlu dinyatakan sebagai
kawasan lindung untuk pulau-pulau di sebelah tenggara. Jaringan kerja wilayah
pesisir adalah pengkoordinasian perangkat untuk melakukan pengambilan keputusan
dan tindakan oleh pemerintah pusat dan negara bagian. Tujuan dan kebijakan
program CZM untuk pengembangan sumber daya pariwisata, sumber daya kesejahteraan,
sumber daya keindahan pemandangan alam, ekosistem pesisir, kegiatan ekonomi,
penanggulangan kerusakan pantai, dan pengembangan pengelolaan wilayah pesisir.
Wilayah perhatian Undang-Undang Nasional
CZM, telah di tetapkan dan menghasilkan tingkat perlindungan yang paling kuat
melalui kontrol dan pendanaan yang ketat untuk mengembangkan rencana
konservasi, perluasan atau restorasi, negara menetapkan kawasan lindung yang
termasuk cagar alam, wilayah konservasi ekosistem laut, dan suaka margasatwa
Ekosistem dan Ekologi Estuari
Ekosistem estuari
adalah ekosistem perairan semi-tertutup yang memiliki badan air dengan hubungan
terbuka antara perairan laut dan air tawar yang dibawa oleh sungai. Percampuran
ini terjadi paling tidak setengah waktu dari setahun. Pada wilayah tersebut
terjadi percampuran antara masa air laut dengan air tawar dari daratan,
sehingga air menjadi payau (brackish). Oleh karena itu estuari memiliki sifat
yang unik akibat adanya percampuran antara massa air laut dan tawar membuat tingkat
salinitas yang dimiliki dapat berubah-ubah atau memiliki fluktuasi tersendiri.
Berubahnya salinitas estuari dapat dipengaruhi oleh adanya pasang surut air dan
musim. Selama musim kemarau, volume air sungai yang masuk
berkurang, sehingga air laut dapat masuk sampai ke daerah yang lebih tinggi
atau hulu dan menyebabkan salinitas yang dimiliki wilayah estuari meningkat.
Sebaliknya yang terjadi apabila pada musim penghujan air tawar yang masuk dari
hulu ke wilayah estuari meningkat sehingga salinitas yang dimiliki rendah
(Sari, 2010).
Pengaruh pasang surut
terhadap sirkulasi aliran (kecepatan/debit, profil muka air, instrusi air asin)
di estuari dapat sampai jauh ke hulu sungai, yang tergantung pada tinggi pasang
surut, debit sungai dan karakteristik estuari (penampang aliran, kekasaran
dinding, dan sebagainya. Adanya aliran air tawar yang terjadi terus menerus
dari hulu sungai dan adanya proses gerakan air akibat arus pasang surut yang
mengangkut mineral-mineral, bahan organik dan sedimen merupakan bahan dasar
yang dapat menunjang produktifitas perairan di wilayah estuari yang melebihi
produktifitas laut lepas dan perairan air tawar. Oleh karena itu, lingkungan
wilayah estuari menjadi paling produktif (Aritonang et all,2016).
Unduh materi:
Konsep Integrated Water Resources Management (IWRM)/Pengelolaan Sumber Air Secara Terpadu
Dimasa lalu pengembangan sumber air diartikan sebagai usaha pemanfaatan sumber
air untuk memenuhi kebutuhan tertentu saja (satu tujuan), misalnya untuk memenuhi
kebutuhan irigasi atau untuk air minum, tanpa memikirkan lebih jauh dampak dari
eksplorasi sumber air yang ada, serta perubahan atau variasi kebutuhan air
dikemudian hari. Sehingga pedekatan pengelolaan sumberdaya air menekankan pada
bagaimana agar kebutuhan air dapat terpenuhi. Pendekatan seperti ini ditandai oleh
pembangunan fasilitas baru untuk memenuhi penambahan kebutuhan, misalnya:
pembangunan bendungan, saluran-saluran air, instalasi fasilitas air bersih dan lain
sebagainya. Pendekatan seperti ini kemudian dirasa dapat mengakibatkan persoalan
baru seperti: penggunaan air secara berlebihan, pemanfaatan modal tidak effisien,
pencemaran terhadap lingkungan, eksplorasi sumber air tidak terkontrol dan
sebagainya.
Unduh materi:
IWRM
air untuk memenuhi kebutuhan tertentu saja (satu tujuan), misalnya untuk memenuhi
kebutuhan irigasi atau untuk air minum, tanpa memikirkan lebih jauh dampak dari
eksplorasi sumber air yang ada, serta perubahan atau variasi kebutuhan air
dikemudian hari. Sehingga pedekatan pengelolaan sumberdaya air menekankan pada
bagaimana agar kebutuhan air dapat terpenuhi. Pendekatan seperti ini ditandai oleh
pembangunan fasilitas baru untuk memenuhi penambahan kebutuhan, misalnya:
pembangunan bendungan, saluran-saluran air, instalasi fasilitas air bersih dan lain
sebagainya. Pendekatan seperti ini kemudian dirasa dapat mengakibatkan persoalan
baru seperti: penggunaan air secara berlebihan, pemanfaatan modal tidak effisien,
pencemaran terhadap lingkungan, eksplorasi sumber air tidak terkontrol dan
sebagainya.
Unduh materi:
IWRM
Hidroklimatologi: Menghitung Curah Hujan Rerata
Data jumlah curah hujan (CH) rata -rata untuk suatu daerah tangkapan air (catchment area) atau daerah aliran sungai (DAS) merupakan informasi yang sangat diperlukan oleh pakar bidang hidrologi. Dalam bid ang pertanian data CH sangat berguna, misalnya untuk pengaturan air irigasi , mengetahui neraca air lahan, mengetahui besarnya aliran permukaan (run off).
Untuk dapat mewakili besarnya CH di suatu wilayah/daerah diperlukan penakar CH dalam jumlah yang c ukup. Semakin banyak penakar dipasang di lapangan diharapkan dapat diketahui besarnya rata -rata CH yang menunjukkan besarnya CH yang terjadi di daerah tersebut. Disamping itu juga diketahui variasi CH di suatu titik pengamatan.
Menurut (Hutchinson, 1970 ; Browning, 1987 dalam Asdak C. 1995) Ketelitian hasil pengukuran CH tegantung pada variabilitas spasial CH, maksudnya diperlukan semakin banyak lagi penakar CH bila kita mengukur CH di suatu daerah yang variasi curah hujannya besar. Ketelitian akan semakin meningkat dengan semakin banyak penakar yang dipasang, tetapi memerlukan biaya mahal dan juga memerlukan banyak waktu dan tenaga dalam pencatatannya di lapangan.
Unduh Materi:
Hitung Curah Hujan
Untuk dapat mewakili besarnya CH di suatu wilayah/daerah diperlukan penakar CH dalam jumlah yang c ukup. Semakin banyak penakar dipasang di lapangan diharapkan dapat diketahui besarnya rata -rata CH yang menunjukkan besarnya CH yang terjadi di daerah tersebut. Disamping itu juga diketahui variasi CH di suatu titik pengamatan.
Menurut (Hutchinson, 1970 ; Browning, 1987 dalam Asdak C. 1995) Ketelitian hasil pengukuran CH tegantung pada variabilitas spasial CH, maksudnya diperlukan semakin banyak lagi penakar CH bila kita mengukur CH di suatu daerah yang variasi curah hujannya besar. Ketelitian akan semakin meningkat dengan semakin banyak penakar yang dipasang, tetapi memerlukan biaya mahal dan juga memerlukan banyak waktu dan tenaga dalam pencatatannya di lapangan.
Unduh Materi:
Hitung Curah Hujan
EVALUASI SECARA HOLISTIK DAMPAK RENCANA KEGIATAN TERHADAP KOMPONEN LINGKUNGAN HIDUP
Evaluasi secara holistik terhadap dampak lingkungan merangkum seluruh hasil prakiraan dan evaluasi terhadap Dampak Penting Hipotetik (DPH) yang telah dikemukakan secara komprehensif pada Bab III FORMAT lAPORAN Andal. Prakiraan dan evaluasi dampak pada Bab III adalah untuk menentukan sifat penting dampak dari setiap DPH yaitu apakah dampak bersifat “diabaikan”, “minor”, “moderat”, “mayor” dan “kritis”. Rangkuman disusun terhadap hasil evaluasi terhadap seluruh DPH secara tabulatif. Definisi sifat penting dampak tercantum pada Tabel yang merupakan pemeringkatan relatif terhadap pentingnya dampak.
Telahaan secara menyeluruh terhadap Dampak Penting dari komponen/parameter lingkungan hidup untuk setiap jenis kegiatan sebagai sumber dampaknya, dilakukan dengan menggunakan bagan alir dampak. Bagan alir dampak digunakan untuk menentukan keterkaitan (sebab-akibat) antara sumber dampak dengan dampak penting terhadap komponen/parameter lingkungan, dan antar komponen/parameter lingkungan yang terkena dampak penting itu sendiri, sehingga dapat diketahui setiap jenis kegiatan sebagai sumber dampak dan jenis dampak yang menjadi variabel kunci yang akan dikelola dan dipantau melalui pendekatan teknologi, sosial dan kelembagaan.
Contoh studi kasus dalam penyusunan Evaluasi Secara Holistik Dampak Lingkungan dapat diunduh pada file-file berikut.
Eva Holistik Studi Kasus 1
Eva Holistik Studi Kasus 2:
Evaluasi secara holistik terhadap dampak lingkungan merangkum seluruh hasil prakiraan dan evaluasi terhadap Dampak Penting Hipotetik (DPH) yang telah dikemukakan secara komprehensif pada Bab III FORMAT lAPORAN Andal. Prakiraan dan evaluasi dampak pada Bab III adalah untuk menentukan sifat penting dampak dari setiap DPH yaitu apakah dampak bersifat “diabaikan”, “minor”, “moderat”, “mayor” dan “kritis”. Rangkuman disusun terhadap hasil evaluasi terhadap seluruh DPH secara tabulatif. Definisi sifat penting dampak tercantum pada Tabel yang merupakan pemeringkatan relatif terhadap pentingnya dampak.
Telahaan secara menyeluruh terhadap Dampak Penting dari komponen/parameter lingkungan hidup untuk setiap jenis kegiatan sebagai sumber dampaknya, dilakukan dengan menggunakan bagan alir dampak. Bagan alir dampak digunakan untuk menentukan keterkaitan (sebab-akibat) antara sumber dampak dengan dampak penting terhadap komponen/parameter lingkungan, dan antar komponen/parameter lingkungan yang terkena dampak penting itu sendiri, sehingga dapat diketahui setiap jenis kegiatan sebagai sumber dampak dan jenis dampak yang menjadi variabel kunci yang akan dikelola dan dipantau melalui pendekatan teknologi, sosial dan kelembagaan.
Contoh studi kasus dalam penyusunan Evaluasi Secara Holistik Dampak Lingkungan dapat diunduh pada file-file berikut.
Eva Holistik Studi Kasus 1
Eva Holistik Studi Kasus 2:
Langganan:
Postingan (Atom)