Ikan sebagai bioindikator bagi monitoring pencemaran
Untuk menaksir efek toksiologis dari beberapa polutan kimia dalam
lingkungan dapat diuji dengan menggunakan species ysng mewakili
lingkungan yang ada di perairan tersebut. Specis yang diuji harus
dipilih atas dasar kesamaan biokemis dan fisiologis dari specis dimana
hasil percobaan digunakan (Price, 1979). Kriteria organisme yang cocok
unutk digunakan sebagai uji hayati tergantung dari beberapa faktor :
1. Organisme harus sensitif terhadap material beracun dan perubahan linkungan
2. Penyebanya luas dan mudah didapat dalam jumlah yang banyak
3. Mempunyai arti ekonomi, rekreasi dan kepentingan ekologi baik secara daerah maupun nasional
4. Mudah dipelihara dalam laboratorium
5. Mempunyai kondisi yang baik, bebas dari penyakit dan parasit
6. Sesuai untuk kepentingan uji hayati (American Public Health Associaton, 1976 cit. Mason, 1980).
Ikan dapat menunjukkan reaksi terhadap perubahan fisik air maupun
terhadap adanya senyawa pencemar yang terlarut dalam batas konsentrasi
tertentu. Reaksi ini dapat ditunjukkan dalam percobaan di laboratorim,
di mana terjadi perubahan aktivitas pernafasan yang besarnya perobahan
diukur atas dsar irama membuka dan menutupnya rongga “Buccal” dan ofer
kulum (Mark, 1981). Pengukuran aktivitas pernafasan merupakan cara yang
amat peka untuk menguikur reaksi ikan terhadap kehadiran senyawa
pencemar. Hasil penelitian yang pernah dilakukan memperlihatkan adanya
peningkatan jumlah gerakan ofer kulum “Fingerlink” (Cirrhina Mrigala) yang
terkena deterjen (Lal, Misra, Viswanathan dan Krisna Murty, 1984).
Sebagai indikator dari toxicant sub lethal juga dapat dilihat dari
frekwensi bentuk ikan. Yang mana digunakan untuk membersihkan pembalikan
aliran air pada insang, yang merupakan monitoring pergerakan
respiratory (Anderson dan Apolonia, 1978). Selain gerakan ofer kulum dan
frekwensi batuk parameter darah merupakan indikator yang sensitif pada
kehidupan sebagai peringatan awal dari kwalitas air. Perubahan faal drah
ikan yang diakibatkan senyawa pencemar, akan timbul sebelum terjadinya
kematian (Larsson et al, 1976). Pemeriksaan darah mempunyai kegunaan
dalam menentukan adanya gangguan fisiologis tertentu dari ikan.
Parameter faal darah dapat diukur dengan mengamati kadar hemoglobin,
nilai hematokrit dan jumlah sel darah merah (Goenarsoh, 1988). Ikan mas (Cyprinus Carpio L.) dapat digunakan sebagai hewan uji hayati karena sangat peka terhadap perubahan lingkungan (Brinley cit. Sudarmadi, 1993). Di Indonesia ikan yang termasuk famili Cyprinidae ini
termasuk ikan yang popular dan paling banyak dipelihara rakyat, serta
mempunyai nilai ekonomis. Ikan mas sangat peka terhadap faktor
lingkungan pada umur lebih kurang tiga bulan dengan ukuran 8-12 cm. Disamping itu ikan mas di kolam biasa (Stagnant
water) kecepatan tumbuh 3 cm setiap bulanya (Arsyad dan Hadirini cit.
Sudarmadi, 1993). Berdasrkan hasil penelitian bahea konsentrasi limbah,
suhu, DO, pH, salinitas dan alkalinitas berpengaruh nyata terhadap
mortalitas ikan mas (Cyprinus carpio L.) (Suwindere, 1983). Hal
ini disebabkan jika ditinjau secara kimia bahwa kehidupan dan
pertumbuhan organisme perairan dipengaruhi oleh pH, DO, BOD, suhu,
salinitas dan alkalinitas (Rasyad, 1990). Penelitian tentang kesanggupan
ikan mas untuk mendeteksi insektisida memperlihatkan bahwa ikan mas (Cyprinus carpui L.) dapat
mendeteksi adanya insektisida bayrusil dalam air pada konsentrasi 55
ppm. Dimana pada konsentrasi tersebut setelah 10 menit ikan mas telah
menghidari akan trjadi perubahan frekwensi gerakan ofer kulum yang mula-
mula cepat kemudian melambat dan ahirnya lemas (Suin, 1994).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar